Langsung ke konten utama

BABAD EXPLORE TANAH PACITAN.


Di bawah sengatan mentari tengah hari, saya sempat sempoyongan saat turun dari bus di terminal Pacitan, Jawa Timur (Jatim). Rasa pusing di kepala bukan tanpa sebab. Sebelum kedua kaki saya akhirnya menginjak tanah di kabupaten selatan Jawa Timur itu, badan ini digoyang hampir satu jam lamanya. Total perjalanan enam jam saya lalui dari Terminal Tirtonadi Solo, Jawa Tengah (Jateng), untuk sampai ke Pacitan. Rute masih terasa normal hingga di satu jam menjelang memasuki Kabupaten Pacitan, jalanan mulai berkelok liar.
Khas armada umum di daerah-daerah, sopir bus yang saya tumpangi ini juga seolah malas mengurangi kecepatan apa pun medannya. Walhasil, rute menurun nan berkelok-kelok itu membuat perut saya mual dan kepala pusing tujuh keliling.
Di terminal, saya tak membuang waktu berleha-leha. Pikiran serasa melompat untuk segera menjelajah kota tempat kelahiran presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Saat mulai menyusuri kotanya, terasa benar Pacitan memiliki aura sunyi yang kentara dibanding tempat lainnya. Itu saya lihat kala menyusuri jalan utama di kabupaten ini, Jalan Ahmad Yani. Saya rasakan betapa sepinya lalu lintas Pacitan meski pada siang hari. Tak ada angkutan publik, seperti angkot atau taksi yang melintas. Hanya terlihat berseliweran becak kayuh, dan beberapa motor.
Masih hutan belantara Pada abad ke-14, ketika bagian Indonesia lainnya sudah berpenghuni dengan peradaban maju, Pacitan 700 tahun lalu masih berupa hutan lebat bernama Wengker Kidul. Dari isi salinan Babad Ing Tanah Pacitan terjemahan Indonesia yang saya baca di google, diketahui, saat itu peradaban Pacitan masih dinaungi kepercayaan Hindu-Buddha.
Tak ada peninggalan seperti rumah ibadah atau arca khas Hindu-Buddha di kawasan ini. Namun, diyakini, saat itu, kepercayaan ini sampai ke Wengker Kidul karena dekat dengan pusat pemerintahan Majapahit di Mojokerto, Jatim.

Alkisah, pada masa itu hutan belantara Wengker Kidul didatangi seorang sakti mandraguna bernama Ki Ageng Petung yang sampai saat ini makamnya masih berdiri di Desa Kembang, Kecamatan Pacitan.

"Ketika itu, Ki Ageng Petung sedang membabat hutan untuk membuka lahan kehidupan baru atas perintah Raja Demak, tapi ternyata ada seseorang yang menyatakan daerah ini sudah berpenghuni,"
Dari kisah itu, diketahui seseorang pengklaim wilayah Wengker Kidul itu bernama Ki Buwono Keling. Dia mengaku, telah menempati wilayah tersebut sejak akhir abad ke-12 atas titah kerajaan Majapahit. Ki Ageng Petung yang juga dikenal sebagai Sunan Siti Geseng lantas merangkul Buwono untuk masuk ke dalam Islam.
Buwono menolak, dia pun memerangi Ki Ageng Petung. Saat itu, Ki Ageng Petung mendapat bala bantuan dari beberapa rekan seperguruannya di Demak, seperti Ki Ageng Posong dan Syekh Maulana Maghribi. Selain itu, ia juga mendapat bantuan sejumlah pasukan dari Adipati Ponorogo.
Singkat cerita, pertarungan antara para mahasakti itu dimenangkan Ki Ageng Petung dan rekan. Kemenangan ini lalu ditahbiskan Ki Ageng Petung. Dia menancapkan sebuah bambu di tengah Wengker Kidul sebagai tonggak awal baru peradaban yang lebih mulia di tanah lereng perbukitan Gunung Sewu itu.

Tidak hanya cerita sejarahnya kota Pacitan juga menyimpan pantai unik dan eksotik.Anda tentu sebagian tak percaya, bahwa kota kecil ini memiliki potensi alam yang sangat memukau. Dari ujung barat hingga timur dan selatan ke utara, semuanya memiliki potensi dan keindahan alam yang sangat lengkap. Pacitan adalah daerah yang kaya wisata Pantai, wisata goa, wisata budaya hingga wisata kuliner. Salah satu yang menjadi keunggulan di Pacitan adalah, fakta bahwa daerah ini merupakan surganya pantai indah dari selatan. Sehingga, saya menyebut bahwa Pacitan adalah “negeri sejuta ombak.





.
Video lengkap bisa lihat di youtube saya "Anak Dolan"  link : https://www.youtube.com/watch?v=duKy3WEeKz0

2018 @ | www.anakdolan.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuda Lumping, Kesenian Unik Dari Tanah Jawa.

Kuda lumping merupakan salah satu kesenian yang berasal dari tanah Jawa. Pergelaran yang terdiri dari 4 fragmen tarian ini terasa menyeramkan bagi sebagian orang, tetapi merupakan salah satu kesenian yang cukup unik di Indonesia. Belum tercatat secara jelas asal-usulnya Kuda lumping dikenal juga dengan nama jaran kepang. Kesenian ini memperagakan sekelompok penari sedang menunggang kuda. Kuda yang digunakan bukanlah kuda asli, melainkan kuda buatan yang dibuat dari anyaman bambu yang disebut kepang. Anyaman ini dibuat sedemikian rupa, dihias dengan aneka kain serta warna, sehingga membentuk seekor kuda. Para penari yang menunggang kuda ini memerankan tokoh  prajurit. Sayangnya, belum ada asal-usul yang jelas mengenai tarian kuda lumping, bahkan kapan pertama kali kuda lumping diperagakan pun tidak tercatat. Pada 2012 yang lalu, Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) saat itu, Bapak Mohammad Nuh mengatakan bahwa hal ini sangat disayangkan. Tidak tercatatnya kuda

Sekilas Tentang Perayaan Hari Kopi Internasional

IG @anakdolan Warga dunia kini memperingati hari kopi internasional setiap tanggal 1 Oktober. Apa itu hari kopi dan untuk apa dirayakan? Pada sebuah pertemuan tanggal 3-7 Maret 2014, Organisasi Kopi Internasional (ICO)  menyepakati untuk menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai hari kopi internasional. Namun perayaan pertamanya baru digelar setahun berikutnya di Milan, Italia. ICO adalah organisasi antar pemerintah yang mengurusi perdagangan kopi dunia. Lembaga ini beranggotakan 77 negara yang berkepentingan terhadap kopi dan puluhan asosiasi pedagang kopi. ICO mewakili 98% negara penghasil kopi dan 83 persen negara konsumen kopi. Dalam keterangan resminya, ICO menyatakan hari kopi internasional merupakan perayaan keragaman, kualitas, dan gairah untuk berbagi kecintaan pada minuman kopi. Perayaan ini juga bentuk dukungan kepada jutaan petani yang mata pencahariannya bergantung pada tanaman aromatik ini. Awal Mula Meski baru diperingati sejak tahun 2015, sejatinya masyarakat d

Uji Nyali di Jembatan Gantung yang Terpanjang di Indonesia

Photo IG @anakdolan Jembatan gantung di atas tajuk pepohonan (canopy trail) hutan tropis yang digadang-gadang terpanjang di Indonesia terdapat di Sukabumi, Jawa Barat. Tepatnya di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Resort Situgunung, Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit. Jembatan berkontruksi besi dan tapakan kayu itu dibangun sepanjang 240 meter dengan lebar 2 meter. Serta ketinggian dari permukaan tanah paling tinggi sekitar 146 meter. . Namanya jembatan Situ Gunung. Banyak Traveler mengunggahnya di media sosial, sehingga mengundang penasaran banyak orang. Dan Jembatan gantung ini merupakan akses untuk menuju Curug Sawer, salah satu curug yang ada di kawasan wisata Taman Nasional Situ Gunung. Akses menuju curug harus ditempuh dengan berjalan kaki melalui kawasan hutan di taman nasional ini dengan jarak tempuh sekitar kurang 1 jam. Untuk melewati jembatan ini kamu hanya perlu membeli tiket sebesar Rp 35.000, sudah termasuk tiket masuk kaw